Kehidupan pasangan suami istri dr. Juanli dan drg. Lina Noviyanti
Dr. Juanli dan drg. Novi sejak masa remaja dan sebelum menikah sudah aktif di paroki mereka masing-masing. Maka tidaklah heran jika mereka berdua mempunyai kepedulian dan jiwa sosial yang tinggi, karena mereka sudah terbiasa dengan bentuk-bentuk pelayanan yang mereka ikuti, baik didalam keluarga, lingkungan maupun paroki.Dr.Juanli lahir bertepatan dengan Hari Raya Santo Vincentius. Beliau meneladani hidup St. Vincentius yang mengatakan, bahwa Kaum Miskin adalah Tuan dan Majikan Kita. Kalimat itulah yang selalu mendorong semangat pelayanannya. Bersama pasangannya kepedulian mereka terhadap masyarakat, mereka wujud nyatakan dengan ikut terlibat dalam pelayanan di bidang kesehatan di Balai Kesehatan Gereja St. Thomas Rasul, Keluarga Vinsensian Louisan (Kevinlo) /JMV Indonesia hingga Klinik Pratama Bintang Laut Susteran Putri Kasih Cilincing. Dr.Juanli sudah 19 tahun lebih, sejak tahun 1999 sebagai mahasiwa kedokteran semester 3 membantu pelayanan kesehatan di klinik susteran tersebut, karena sulit baginya untuk meninggalkan dan melupakan mereka begitu saja. Banyak orang miskin (keluarga prasejahtera) yang tinggal di daerah ini. Standar hidup dan kualitas kesehatan mereka cukup memprihatinkan, sehingga harus dibantu."
Tantangan dalam kehidupan sebagai suami istri pun mereka alami, terlebih keduanya mempunyai sifat pemimpin, namun mereka bersama-sama belajar untuk saling diam, sabar dan mengalah terhadap satu dengan yang lainnya.
Di masa pandemi kemarin ini (ketika awal pandemi covid-19) pada saat tenaga medis kekurangan baju hazmnat (Alat Pelindung Diri/APD), masker dan sebagainya, pasutri dr. Juanli dan drg. Novi berusaha membantu mencari dan menyediakan kebutuhan tersebut dengan menggalang dana. Dari dana kegiatan mengajar yang dilakukan dr Juanli, dialokasikan untuk membeli APD bagi teman sejawatnya di hampir seluruh Indonesia."
Tantangan pun mereka alami, seperti ada saja orang yang melakukan penipuan terhadap mereka. Namun mereka tidak menyerah ketika mengalami tantangan dan tetap melanjutkan karya pelayanan. Di pertengahan Januari 2021, mereka mendirikan Gerakan Tabung Oksigen Untuk Kemanusiaan (GTOUK). Diawali dengan kepedulian meminjamkan tabung oksigen dari klinik gigi mereka yang tutup selama pandemi, dipinjamkan kepada salah satu ibu dari teman mereka yang mengalami kesulitan pernapasan karena covid-19. Mereka menyadari banyak orang yang mengalami hal yang sama, sehingga mereka mendapatkan inspirasi dari Tuhan untuk mengumpulkan teman-teman yang mau terlibat akan gerakan ini. Dan Tuhan jugalah yang mengirimkan dan mempertemukan banyak relawan yang membantu mereka dalam Gerakan Tabung Oksigen ini. Tantangan pun mereka alami seperti resiko penularan Covid-19 dari pengembalian tabung oksigen tersebut, disinfeksi ketat tabung dan regulatornya sebelum dan sesudah dipinjamkan, keterbatasan dalam berinteraksi, dan ada pula orang-orang yang tidak baik yang ingin menipu dengan mengambil tabung oksigen mereka, hingga waktu berkualitas dalam keluarga menjadi berkurang. Namun mereka menyadari, mereka mulai mengatur waktu yang seimbang untuk keluarga dan untuk masyarakat.
Selain itu mereka pun terlibat dalam kegiatan vaksinator vaksin covid-19 di berbagai tempat termasuk di daerah lain. Bahkan disebut sebagai dokter yang melakukan suntikan tanpa bayangan karena melakukan terobosan vaksinasi.
Prinsip bagi mereka di dalam kehidupan keluarga maupun dalam pelayanan masyarakat adalah "Do your best and let God do the rest". Mereka menyadari pekerjaan Tuhan sangat luar biasa bagi kehidupan keluarga mereka dan warga sekitar. Di dalam keluarga, mereka rutin mengadakan doa bersama dan mereka melihat anak-anak mereka pun turut membantu seperti ketika menyiapkan APD untuk dimasukkan ke dalam kardus dan menyiapkan tabung oksigen. Hal-hal kecil dapat dilakukan bersama dengan keluarga untuk membantu warga sekitar. Tuhan menjadikan mereka sebagai perpanjangan tangan-Nya dalam pelayanan kesehatan dan mereka pun dapat membantu umat Tuhan dan warga sekitar yang membutuhkan. Pegangan mereka dalam Yoh 3:30 : "Dia harus semakin besar dan aku harus semakin kecil.” Nama Tuhan Yesus yang semakin dipermuliakan.
Kisah Inspiratif Aiptu Suryono, Polisi Kediri Ikhlas Sisihkan Gaji hingga Rela Lewati Jalur Ekstrem demi Bantu Warga
“ Kamu tak butuh banyak uang untuk membantu orang lain. Kamu hanya membutuhkan hati untuk membantu mereka." Kalimat motivasi ini menjadi salah satu prinsip dari polisi Kediri bernama Aiptu Suryono. Bagaimana tidak, dia selalu menyiapkan sekantong beras di jok motornya ketika menjalankan tugas. Tujuannya hanya karena ingin membantu warga kurang mampu yang ditemui dijalan. Bagaimanakah kisah inspiratif polisi ini?
Saat ditemui ketika menyalurkan bantuan kepada warga, polisi Kediri Aiptu Suryono tampak selalu bersemangat. Bagi dia, membantu sesama tak harus dengan jumlah yang besar maupun menunggu memiliki harta berlimpah. Dia bahkan memulai kegiatan sosialnya hanya dengan sekantong beras yang selalu disediakan di jok motor. "Beras itu kadangkala disiapkan dari rumah maupun membeli di took ketika perjalanan ke kantor." ujar Suryono pada Sabtu (16/04/2022)."
Pria berusia 56 tahun ini tinggal di Desa Doko, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri mengungkapkan, bahwa kepedulian sosialnya kepada orang kurang mampu sudah lama dia jalani sejak 10 tahun lalu, tepatnya sebelum dirinya masuk menjadi polisi."
Berawal dari rasa prihatin saat melihat orang di sekitar memiliki keterbatasan ekonomi dan kurang mendapat perhatian maupun bantuan, muncullah kepedulian sosial dari Aiptu Suryono untuk mengulurkan tangan membantu sesama. Tak hanya warga kurang mampu, difabel maupun ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) juga menjadi sasaran kegiatan sosialnya . "Maka saya memberikan bantuan kepada mereka, semoga bermanfaat.” kata polisi yang disapa akrab Bopo Suryono."
Bopo Suryono mengaku, kegiatan social yang dia jalani selama 10tahun ini bukan mengumpulkan dana dari para donatur, tetapi dana yang dia gunakan, berasal dari gaji yang disisihkan khusus untuk membantu orang yang tidak mampu."Saya sangat ikhlas, karena dari apa yang kita miliki ini untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.” tambahnya.
Ditemui saat memberikan bantuan berupa satu karung beras kepada salah satu warga kurang mampu di Kelurahan/Kecamatan Mojoroto Kota Kediri, Aiptu Suryono mengatakan, kegiatan itu dilakukan ketika dirinya sedang dinas maupun di luar dinas. Saat dinas, dia tetap melihat situasi terlebih dulu yang tidak mengganggu tugasnya , seperti saat tidak ada kegiatan. Sedangkan untuk informasi tentang warga yang membutuhkan bantuan, selain menemukan sendiri juga didapatkan dari teman-temannya .
Tak hanya menyasar di wilayah perkotaan saja, di Kabupaten Kediri seperti di pegunungan, yakni di Desa Kalipang, Kecamatan Grogol, Tarokan, Ngancar, Plosoklaten, bahkan, Nganjuk, Mojokerto, Tulungagung, Jombang, Blitar dan Surabaya juga menjadi lokasi kegiatan sosialnya. Aiptu Suryono mengatakan, dia merasa tertantang dan tidak takut dengan jalur ekstrem atau bahaya di pegunungan, karena demi memberikan bantuan kepada orang yang kurang mampu. "Beberapa waktu lalu saya sempat naik bukit dijalur berbahaya di rumah Mbah Udin di Krampyang, Desa Kalipang Grogol.” ujarnya .
Pria yang selalu mengenakan peci itu berharap akan semakin banyak orang ya ng peduli dengan sesama, sebab sekecil apapun bantuannya akan bermanfaat bagi orang ya ng membutuhkan. "Dengan melihat orang yang kita bantu bahagia, itu menambah semangat dan rasa syukur saya." ujarnya .
Sumber : Tugujatim.id
Masa pandemi menjadi tantangan bagi Musrianto, pemilik Toko SRC Nisa di Gresik, Jawa Timur. Saat omset toko tengah bagus-bagusnya, pandemi menghantam Indonesia bahkan dunia. Segala lini kehidupan terdampak, termasuk bisnis toko kelontong yang tengah dikelolanya. Setahun setelah pandemi, ia pun berpikir untuk mencoba mencari peluang lain demi menopang bisnis toko kelontong yang tengah sepi. Bersama istrinya, Musrianto memproduksi keripik pisang yang dijual dengan harga Rp 5.500 - Rp13.000.
Keripik pisang itu ia titipkan di toko-toko
anggota paguyuban SRC di daerah sekitarnya. Ternyata, penjualannya cukup bagus.
Musrianto memperbanyak produksi dan memperluas penjualan dengan merambah
paguyuban lain. Untuk memproduksi keripik pisang ini, ia juga memberdayakan
ibu-ibu rumah tangga di sekitar kediamannya.
“ Ibu-ibu tetangga sini yang enggak kerja, saya
libatkan untuk membantu produksi. Lumayan buat pemasukan mereka.” kata Musrianto.
Kini, melalui Pojok Lokal di SRC Nisa,
Musrianto tidak hanya memberikan ruang bagi produk makanan olahan rumahan yang
diproduksinya sendiri, tetapi juga turut membantu para tetangganya yang juga
memproduksi aneka cemilan lain. Ada yang memproduksi keripik singkong, sukun, talas dan
lain-lain. Musrianto bersyukur, usahanya juga menjadi berkah bagi lingkungan sekitar.