Minggu, 30 Oktober 2016
Jumat, 28 Oktober 2016
(20161028) Misa Memperingati 40 Hari Meninggalnya Ibu Soetrisno
Misa Memperingati 40 Hari Meninggalnya Ibu Soetrisno 28 Oktober 2016, di pimpin oleh Romo Teguh di kediaman Bapak Soetrisno, Jalan Gebang Sari.
Misa di awali dengan Rosario bersama Lingkungan RK Sanjaya, Lingkungan Mangun Widjoyo, Lingkungan Sugiyo Pranoto dari Wilayah VI Paroki, serta di hadiri oleh keluarga besar dan kerabat dari Bapak Soetrisno.
Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman (2 Timotius 4:7)
Profil Lingkungan RK Sanjaya - Paroki Santo Yohanes Maria Vianney, Cilangkap - Jakarta Timur
Paroki adalah komunitas kaum beriman kristiani
tertentu yang dibentuk secara tetap dalam gereja partikular (keuskupan), yang
reksa pastoralnya, di bawah otoritas Uskup Diosesan, dipercayakan kepada Pastor kepala paroki sebagai gembalanya
sendiri.
Wilayah adalah koordinasi
sejumlah lingkungan yang saling berdekatan. Tujuan pendirian wilayah ini adalah
untuk mempermudah reksa pastoral, mempersatukan persaudaraan di antara mereka,
merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan bersama. Penggabungan ini disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan untuk pelayanan dan pengembangan reksa pastoral
paroki. Sedangkan lingkungan adalah unit
terkecil dari komunitas kaum beriman
kristiani yang hidup berdampingan (berdekatan) yang beranggotakan antara 10 sampai dengan 30 keluarga.
Iman di wujudkan dalam karya
(Fides Per Caritatem Operatur) dan Iman di wujudkan dalam bentuk cinta adalah
jalan yang harus di pilih untuk mewujudkan cita cita Kristus guna
memperkenalkan Kerjaan Allah dan menawarkan keselamatan. Sebagai penganut iman
Kristiani kita menerima dan bahkan meminta Kristus untuk tinggal di dalam hidup
kita. Cara yang kita pilih adalah dengan menyebarkan kebaikan dan cinta dalam
karya nyata di dalam kehidupan kita sehari hari. Lingkungan RK Sanjaya memiliki
cita-cita bersama untuk mewujudkan cita-cita Kristus dari lingkup terkecil dari
Paroki Yohanes Maria Vianney.
Mengikuti Arah Dasar
Keuskupan Agung Jakarta yang ingin mewujudkan Gereja sebagai pembawa sukacita
Injili dan mewujudkan keselamatan Allah di Indonesia dengan mengacu kepada
dasar negara, Pancasila. Bersama dengan segenap umat dalam Keusukapan Agung
Jakarta, lingkungan RK. Sanjaya juga bersiap dan berkomitmen dalam:
- Mengembangkan pastoral keluarga yang utuh dan terpadu.
- Meningkatkan kualitas pelayan pastoral dan kader awam.
- Meningkatkan katekese dan liturgi yang hidup dan memerdekakan.
- Meningkatkan belarasa melalui dialog dan kerjasama dengan semua orang yang berkehendak baik untuk mewujudkan masyarakat yang adil, toleran dan manusiawi khususnya untuk mereka yang miskin, menderita dan tersisih.
- Meningkatkan keterlibatan umat dalam menjaga lingkungan hidup di wilayah Keuskupan Agung Jakarta.
Letak Geografis
Batas administratif lingkungan
Lingkungan RK Sanjaya berada di:
|
Sebelah Barat berbatasan dengan |
: |
Jalan Bambu Apus Raya |
Sebelah Timur berbatasan dengan | : | Jalan Raya Setu |
Sebelah Selatan berbatasan dengan | : | Jalan Bambu Petung |
Sebelah Utara berbatasan dengan | : | Jalan Raya Mabes Hankam |
Sebelah Barat berbatasan dengan | : | Lingkungan Mangun Widjoyo |
Sebelah Timur berbatasan dengan | : | Lingkungan Suryo Pranoto Lingkungan Ignatius Loyola (Wilayah III) |
Sebelah Selatan berbatasan dengan | : | Lingkungan Ignatius Loyola (Wilayah III) |
Sebelah Utara berbatasan dengan | : | Lingkungan Sugiyo Pranoto |
Nama Pengurus Lingkungan
Ketua Lingkungan | : | Romarta Naibaho |
Wakil | : | Thomas Sasongko |
Bendahara 1 | : | Veronica Dewi Noviandri |
Bendahara 2 | : | Veronika Suciati Utami |
Sekretaris 1 | : | Anik Dewi Lesmana |
Sekretaris 2 | : | Sisilia Siti Arriyani |
Seksi Liturgi | : | J.B Basuki Gregorius Adi Prasetyo Benediktus Abbas Asnan |
Seksi Sosial | : | Christine Lomon Yuliara Putranti Theresia Lies Yuli |
Seksi Humas | : | Alfonso Soares Margaretha Sri Wahyuningsih |
Seksi Koor | : | Anastasia Eka Fredericka Krisma |
Ketua dan Wakil Ketua
- Bertanggung jawab atas semua kegiatan lingkungan yang bertujuan untuk membangun pertumbuhan iman umat yang semakin baik dalam semangat persaudaraan, semangat saling melayani, dengan memperhatikan arah pastoral Paroki.
- Bersama pengurus lingkungan merencanakan dan menyusun program kerja lingkungan yang sesuai dengan arah pastoral yang sudah diputuskan oleh Dewan Paroki.
- Bertanggung jawab dalam membangun hubungan kerja dengan seksi-seksi yang ada di Paroki dengan menghadiri rapat-rapat pleno Paroki ataupun mengirim utusan dari seksi yang bersangkutan dalam kerja sama dengan seksi2 di Paroki.
- Bertanggung jawab dalam menjalankan fungsi kontrol atas perangkat seksi yang berada dibawahnya, agar semua kegiatan yang dilakukan berjalan sesuai dengan program kerja yang sudah dibuat bersama, dan mengkoordinasikan kegiatan2 tersebut agar berjalan dengan baik.
- Membangun hubungan kerja di tingkat wilayah dengan lingkungan2 yang berada di wilayah tersebut.
- Melakukan Evaluasi secara berjangka atas program kerja yang sudah ditentukan.
- Membuat laporan pertanggung jawaban keuangan lingkungan pada masa akhir jabatannya.
- Bekerja sama dengan semua anggota pengurus mempersiapkan penggantian pengurus baru jika masa kepengurusannya telah selesai.
- Tetap memberikan bantuan pendampingan kepada pengurus baru, baik dalam hal informasi maupun sumbangan pemikiran.
Sekretaris
- Bertugas membuat surat menyurat baik kedalam maupun keluar lingkungan.
- Mempersiapkan dan menyusun agenda rapat.
- Membuat notulen rapat.
- Membuat data umat dan meng-update data umat yang ada di lingkungannya.
- Membangun komunikasi yang baik dengan sekretariat tingkat paroki agar setiap informasi pelayanan yang dibutuhkan umat dapat disampaikan dengan baik. Termasuk dalam hal ini mengambil surat-surat yang ditujukan kepada lingkungan yang di letakkan di kotak surat paroki.
Bendahara
- Membuat laporan keuangan lingkungan
- Mengumpulkan dana rutin dari iuran anggota umat, ataupun melakukan usaha-usaha pencarian dana lainnya untuk keperluan kegiatan lingkungan.
- Mengumpulkan dana iuran SPKSM (Santo Yusuf) dan menyetorkannya.
- Bekerja sama dengan seksi sosial mengumpulkan dana APP pada masa Pra Paskah, Aksi Natal juga Hari Pangan Se-Dunia.
Seksi Liturgi
- Merencanakan dan mengkoordinir kegiatan2 perayaan Misa Lingkungan, Misa Arwah/ibadat kematian, Pemberkatan Rumah, ibadat rosario, ataupun kegiatan2 lainnya yang bertujuan membangun pertumbuhan iman umat .
- Menetapkan dan menghubungi Romo ataupun Pewarta/pemandu yang akan bertugas dalam kegiatan2 tersebut.
- Menetapkan jam, hari dan tempat pertemuan serta menginformasikan kepada sekretaris untuk dibuatkan undangannya.
- Mengkoordinir tugas-tugas Talaksana dan Tugas Koor jika mendapat tugas dari paroki.
Seksi Sosial
- Merencanakan dan mengkoordinir kegiatan2 yang bertujuan untuk memberikan perhatian, pertolongan, ataupun bantuan2 khusus kepada umat yang membutuhkan atau yang mengalami musibah/kesusahan
- Merencanakan dan mengkoordinir kegiatan bakti sosial (jika ada)
- Menghubungi prodiakon jika ada umat yang membutuhkan komuni di rumah akibat sakit , ataupun di rumah sakit dan yang sudah berusia lanjut.
- Membantu panitia APP tingkat paroki (seksi social paroki) dalam sosialisasi dan pengumpulan dana APP, Aksi Natal maupun dana hari pangan sedunia.
- Jika ada umat yang mengalami musibah atau yang membutuhkan pertolongan maka seksi sosial lingkungan dapat mengkoordinir umat dengan sepengetahuan ketua lingkungan untuk mengumpulkan dana dan memberikan bantuannya (swadaya umat lingkungan). Jika dalam hal ini masih dirasakan kurang maka seksi sosial lingkungan dapat menghubungi seksi sosial tingkat paroki.
- Dalam hal permohonan bantuan ke seksi sosial paroki maka seksi sosial lingkungan perlu memberikan surat pengantar kepada umat yang bersangkutan dan mendampingi umat tersebut saat bertemu dengan seksi sosial paroki. Prosedur dan syarat2 dapat ditanyakan pada seksi sosial paroki.
- Jika sebuah lingkungan secara ekonomi sudah diatas rata2 dan tidak ada umat di linkungannya yang mengalami kesulitan, maka seksi sosial di lingkungan tersebut tetap dapat mengorganisir umat untuk mengumpulkan dana sosial yang nantinya bisa dipergunakan untuk membantu umat dari lingkungan lain yang membutuhkan lewat perantaraan seksi sosial paroki. Hal ini untuk membantu seksi sosial paroki yang terbatas dananya, dan sebagai tanda ungkapan rasa kebersamaan sebagai umat satu paroki, dimana lingkungan yang mampu membantu yang belum mampu
Jumlah Kepala Keluarga dan Profil Jemaat (per Agustus 2016)
Setalah adanya pemekaran wilayah, Jumlah Kepala Keluarga (KK) yang sebelumnya sekitar 110 Keluarga berubah menjadi 28 Keluarga dengan jumlah umat kurang lebih sebanyak 100 orang, dan selebihnya masuk ke dalam Lingkungan baru di wilayah VI yaitu Lingkungan Mangun Widjoyo dan Lingkungan Suryo Pranoto.
Berdasarkan suku, sebagian besar warga Lingkunag RK Sanjaya berasal dari Suku Jawa, Kemudian Suku Batak, Flores, Sulawesi dan sebagian kecil keturunan Tionghoa.
Didasarkan kepada pekerjaan, sebagian besar warga Lingkungan RK Sanjaya adalah pekerja baik karyawan swasta maupun negeri, lalu di ikuti golongan wiraswasta, TNI, golongan profesi dan ibu rumah tangga, dan pensiunan.
Kegiatan Lingkungan
Kegiatan bidang liturgi seperti:
Misa lingkungan
Doa rosario
Pemberkatan rumah
Latihan koor
Menyiapkan organis, dirigen untuk koor
Misa arwah.
Kegiatan bidang pewartaan seperti:
Pendalaman kitab suci pada bulan kitab suci, pendalaman iman saat Advent dan masa Pra Paskah
Mengadakan rekoleksi
Kegiatan pelayanan seperti:
Mengunjungi orang sakit, lansia
Mengajak umat untuk mengikuti donor darah di paroki
Mengunjungi umat yang kurang aktif
Aksi sosial baik internal maupun eksternal
Mendata umat yang tidak mampu
Membantu umat yang mendapat musibah
Mengunjungi umat yang melahirkan
Spiritual sebagai sebuah lingkungan
Pada awal terbentuknya lingkungan RK Sanjaya di awal tahun 1990an, sangat terlihat semangat kekeluargaan untuk saling melayani. Hal ini ternyata masih tetap terlihat hingga saat ini, sehingga saling melayani dan mencintai sebagai sebuah keluarga besar dalam lingkup yang kecil menjadi sebuah kebiasaan yang mendasari kehidupan mengereja hingga saat ini.
Spiritualitas di sini mengacu pada nilai- nilai religius yang mengarahkan tindakan seseorang. Jika nilai- nilai yang dipegang tidak mengarah pada Tuhan, kebahagiaan yang dicapai adalah ‘semu’ sedangkan jika nilai-nilai itu mengarah pada Tuhan, kebahagiaan yang diperoleh adalah kebahagiaan sejati.
Meskipun spiritualitas ini tidak terbatas pada agama tertentu, namun, kita bisa memahami, bahwa spiritualitas mengarah pada Tuhan Sang Pencipta, karena semua manusia diciptakan oleh Tuhan yang satu dan sama, dan karena hanya di dalam Tuhanlah kita mendapatkan jawaban atas segala pertanyaan di dalam kehidupan.
Dari lingkungan kecil ini kami sama sama kembali belajar tentang bagaimana sejatinya menjadi manusia yang beriman dengan saling mencintai dan saling melayani, sehingga suasana yang terbentuk menjadi sangat nyaman untuk pertumbuhan iman bersama.
Kamis, 27 Oktober 2016
Minggu, 23 Oktober 2016
Jumat, 21 Oktober 2016
(20161019) Rosario Lingkungan 19 Oktober 2016
Rosario Lingkungan 19 Oktober 2016 mengambil tempat di Gereja Anak Domba, gereja paroki yang masih berada di lingkungan RK Sanjaya.
(20161021) Sejarah Baru Pemekaran Lingkungan RK Sanjaya
Wilayah VI
- Lingkungan Leo Soekoto
- Lingkungan Theresia
- Lingkungan RK Sanjaya
Peringatan HUT 18 tahun Paroki St Yohanes Maria Vianney diiringi dengan kabar sukacita melalui adanya pemekaran lingkungan RK Sanjaya yang berteritorial di Wilayah VI. Berdasarkan referendum yang dilakukan, telah disepakati akan adanya penambahan dua lingkungan baru diluar dari Leo Sukoto, Theresia dan RK Sanjaya yang saat ini sudah masuk didalam wilayah VI, yaitu Lingkungan Sugiyo Pranoto dan Lingkungan Magun Widjoyo.
Berikut nama pengurus Wilayah VI Paroki Yohanes Maria Vianney:
Wilayah VI (Bapak Yohanes Samiran)
- Lingkungan Leo Soekoto (Bapak Yulius Djatmiko Restyanto Mulyadi)
- Lingkungan Theresia (Bapak Adrianus Dwitjahyo D.)
- Lingkungan RK Sanjaya (Ibu Romarta Naibaho)
- Lingkungan Sugiyo Pranoto (Bapak A. Suko Rahardjo) ---> Pemekaran dari RK. Sanjaya
- Lingkungan Mangun Widjoyo (Bapak Gregorius Handogo) ---> Pemekaran dari RK. Sanjaya
Persiapan matang dalam pemekaran
lingkungan telah dilakukan oleh pengurus lingkungan maupun wilayah.
“Prosesnya lumayan panjang, kami telah melakukan rapat bersama beberapa
tokoh umat, kemudian membentuk panitia kecil, memulai pembagian
lingkungan, hingga sosialisasi ke umat calon lingkungan baru, dan akan
ditutup dengan misa peresmian nama lingkungan baru pada 10 Agustus di
Gereja Anak Domba.” Tutur Suko yang saat itu menjabat sebagai ketua
lingkungan RK Sanjaya.
Pemekaran lingkungan di Paroki Cilangkap
sudah menjadi hal yang lumrah bagi ketua lingkungan RK Sanjaya yang
juga masuk dalam kepanitian kecil, hal ini memang perlu dilakukan
mengingat semakin berkembangnya umat Katolik Cilangkap dan melihat misi
gereja yang merupakan misi sosial dimana pelayanannya harus bisa
dirasakan oleh semua umat, oleh karena itu beliau berprinsip bahwa tata
kelola lingkungan harus berani bergerak menuju ke arah yang lebih
efisien yakni melalui pemekaran lingkungan.
Dalam paroki-paroki besar, partisipasi
awam dalam reksa pastoral diperluas dengan membagi paroki menjadi
bentuk-bentuk seperti wilayah, stasi dan lingkungan, dimana ideal
keanggotaannya adalah sejumlah 20-30 keluarga yang secara teritorial
tinggal berdekatan. Pada prinsipnya, setiap satuan ini diharapkan
merupakan suatu komunitas basis gerejani yang bersifat terbuka hingga
memiliki pelayanan yang lebih mendalam ke masing-masing umat.
Ibu Romarta Naibaho, sebagai ketua terpilih Lingkungan RK Sanjaya - 2016
Bapak Gregorius Handogo, sebagai ketua terpilih Lingkungan Mangun Widjoyo - 2016
Bapak A. Suko Rahardjo, sebagai ketua terpilih Lingkungan Sugiyo Pranoto - 2016
Bapak Yohanes Samiran (Ketua Wilayah VI), Bapak Gregorius Handogo ( Lingkungan Baru Mangun Wijoyo), Romo Rochadi, Bapak A. Suko Rahardjo (Lingkungan Baru Sugiyo Pranoto) dan Ibu Romarta Naibaho (Lingkungan RK Sanjaya) - 2016
Profil Romo Richardus Kardis Sandjaja, Pr (1914-1948)
Sandjaja dilahirkan di desa Sedan, Muntilan, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, pada tanggal 20 Mei 1914. Ayahnya bernama Willem Kromosendjojo, bekerja sebagai pembantu perawat di sebuah klinik Katolik yang dipimpin oleh missionaris Yesuit di Muntilan. Ibunya bernama Richarda Kasijah, dari keluarga katolik yang baik. Sandjaja mempunyai dua kakak perempuan dan seorang kakak laki-laki. Salah satu dari kakak perempuannya menjadi suster Fransiskan.
Sejak masa kanak-kanak Sandjaja sangat terkenal disekolahnya karena kepandaiannya. Dia masuk di SD Katholik yang dipimpin oleh para Bruder. Karena kecerdasannya, maka tidak mengherankan bahwa beliau lebih suka belajar dari pada bermain dalam hari-hari senggangnya. Beliau seorang yang berkepribadian sederhana, rendah hati, jujur dan terbuka terhadap satu sama lain. Beliau sangat suka memperhatikan hidup doanya, rajin mengikuti misa harian di gereja, dan sering mengunjungi gua Maria di Desa Sendangsono, untuk berdoa dan berefleksi. Ketertarikannya untuk menjadi imam berkembang ketika beliau masih di SD.
Beliau diterima di seminari setelah dia lulus dari SMA. Beliau hidup dalam kesucian yang luar biasa selama di seminari. Beliau ditahbiskan sebagai imam diosesan pada tanggal 13 Januari 1943 di Muntilan. Setelah pentahbisannya, beliau terpilih sebagai pastor paroki di Muntilan. Beliau mendapat banyak kesulitan karena situasi perang, namun demikian beliau sangat kuat dan percaya akan penyelenggaraan Ilahi, dan dengan alasan itulah beliau dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik sebagai pastor paroki yang sangat bijaksana dan disukai oleh seluruh umat paroki Muntilan. Untuk beberapa kali bangunan Gereja dirusak oleh tentara perang yang tidak senang dengan karya missi. Walau begitu, beliau tetap tabah dan disemangati oleh umat parokinya untuk memperbaiki dan membangun kembali gereja mereka. Bagi umat parokinya, beliau selalu menunjukan kesederhanaannya, bijaksana dan memperhatikan sesama dalam seluruh hidupnya sebagai seorang pastor paroki. Meskipun banyak kesulitan, beliau dapat menjaga hubungan baik dengan pemerintah resmi.
Selama penjajahan Jepang tahun 1942 - 1945, banyak gereja yang dirusak dan kekayaan mereka dirampas. Dalam situasi seperti itu, Sandjaja harus melarikan diri dan bersembunyi di desa-desa untuk keselamatan sampai keadaan membaik. Selanjutnya, beliau dapat kembali ke parokinya untuk membangun kembali gerejanya. Kemudian, beliau mendapat tugas baru untuk mengajar di Seminari Tinggi di Yogyakarta, dan untuk membantu paroki tetangga di Magelang. Pada tahun 1948 beliau terpilih sebagai guru dan Rektor di Seminari Menengah di Muntilan. Beliau selalu menunjukkan sikap kesediaannya untuk membantu Gereja dimanapun dan bagaimanapun kondisinya, dan beliau melakukannya dengan baik.
Pada tanggal 20 Desember 1948, beliau menyelamatkan hidup teman imamnya dan seminaris dalam Seminarinya dengan menyerahkan dirinya kepada kelompok Muslim ekstrimis yang tidak menyukai umat Kristen dan para missionaris. Pemuda kauman Muntilan merampok dan membakar sebagian dari komplek persekolahan di Muntilan. Delapan pemuda itu yang belakangan diketahui berasal dari kelompok orang-orang Hisbullah itu menculik imam dan frater. Dia adalah Romo Sandjaja, Pr dan Frater Herman A. Bouwens, SJ.
Bersama seorang seminaris Yesuit dari Belanda itu mereka disiksa dengan kejam, lalu dibunuh secara keji oleh pembrontak Muslim di lapangan terbuka di daerah pinggiran Muntilan. Jenazahnya bergelimpangan di sawah antara desa Kembaran dan Patosan. Dengan cepat Bapak Willem dan anaknya, Yohanes Redja pergi ke tempat tersebut. Mereka menyaksikan jenazah Frater Bouwens telanjang bulat dan hidungnya disumbat dengan kayu runcing. Mukanya rusak berlumuran darah, sementara badannya biru memar bekas pukulan-pukulan hebat. Romo Sandjaja hanya mengenakan kaos dalam. Kedua kakinya dari bawah hingga ke atas penuh luka-luka kecil bekas tusukan upet (puntung api) Bahu dan badannya membiru bekas pukulan. Tengkuk dan dahinya berlubang tertembus peluru pistol. Sangat mengerikan!
Berat sekali penganiayaan bengis yang dilakukan oleh gerombolan yang tidak bertanggung jawab terhadap pencinta Tuhan ini. Jenazah mereka disapu dengan handuk kemudian dikubur di situ juga. Makamnya tidak dalam. Pemakaman ini dilakukan sekedar untuk menghilangkan jejak saja. Dua rohaniwan itu menjadi korban fanatisme yang sempit. Jenazah keduanya lalu dimakamkan kembali secara besar-besaran pada tanggal 5 Agustus 1950 di Kerkhop Muntilan. Dengan khidmat peti-peti mayat diusung oleh pramuka dan anggota-anggota Angkatan Udara dan dimakamkan di tempat pendiri Gereja di antara orang Jawa, yaitu Romo van Lith yang sudah beristirahat sejak tahun 1926.
Beliau menjadi salah satu martir pertama yang sangat terkenal di Pulau Jawa. Bagi kita, Sandjaja telah menjadi symbol ketabahan, kesucian, kesederhanaan, kesetiaan dan Kasih abadi Kristus Tuhan Kita.
Sejak masa kanak-kanak Sandjaja sangat terkenal disekolahnya karena kepandaiannya. Dia masuk di SD Katholik yang dipimpin oleh para Bruder. Karena kecerdasannya, maka tidak mengherankan bahwa beliau lebih suka belajar dari pada bermain dalam hari-hari senggangnya. Beliau seorang yang berkepribadian sederhana, rendah hati, jujur dan terbuka terhadap satu sama lain. Beliau sangat suka memperhatikan hidup doanya, rajin mengikuti misa harian di gereja, dan sering mengunjungi gua Maria di Desa Sendangsono, untuk berdoa dan berefleksi. Ketertarikannya untuk menjadi imam berkembang ketika beliau masih di SD.
Beliau diterima di seminari setelah dia lulus dari SMA. Beliau hidup dalam kesucian yang luar biasa selama di seminari. Beliau ditahbiskan sebagai imam diosesan pada tanggal 13 Januari 1943 di Muntilan. Setelah pentahbisannya, beliau terpilih sebagai pastor paroki di Muntilan. Beliau mendapat banyak kesulitan karena situasi perang, namun demikian beliau sangat kuat dan percaya akan penyelenggaraan Ilahi, dan dengan alasan itulah beliau dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik sebagai pastor paroki yang sangat bijaksana dan disukai oleh seluruh umat paroki Muntilan. Untuk beberapa kali bangunan Gereja dirusak oleh tentara perang yang tidak senang dengan karya missi. Walau begitu, beliau tetap tabah dan disemangati oleh umat parokinya untuk memperbaiki dan membangun kembali gereja mereka. Bagi umat parokinya, beliau selalu menunjukan kesederhanaannya, bijaksana dan memperhatikan sesama dalam seluruh hidupnya sebagai seorang pastor paroki. Meskipun banyak kesulitan, beliau dapat menjaga hubungan baik dengan pemerintah resmi.
Selama penjajahan Jepang tahun 1942 - 1945, banyak gereja yang dirusak dan kekayaan mereka dirampas. Dalam situasi seperti itu, Sandjaja harus melarikan diri dan bersembunyi di desa-desa untuk keselamatan sampai keadaan membaik. Selanjutnya, beliau dapat kembali ke parokinya untuk membangun kembali gerejanya. Kemudian, beliau mendapat tugas baru untuk mengajar di Seminari Tinggi di Yogyakarta, dan untuk membantu paroki tetangga di Magelang. Pada tahun 1948 beliau terpilih sebagai guru dan Rektor di Seminari Menengah di Muntilan. Beliau selalu menunjukkan sikap kesediaannya untuk membantu Gereja dimanapun dan bagaimanapun kondisinya, dan beliau melakukannya dengan baik.
Pada tanggal 20 Desember 1948, beliau menyelamatkan hidup teman imamnya dan seminaris dalam Seminarinya dengan menyerahkan dirinya kepada kelompok Muslim ekstrimis yang tidak menyukai umat Kristen dan para missionaris. Pemuda kauman Muntilan merampok dan membakar sebagian dari komplek persekolahan di Muntilan. Delapan pemuda itu yang belakangan diketahui berasal dari kelompok orang-orang Hisbullah itu menculik imam dan frater. Dia adalah Romo Sandjaja, Pr dan Frater Herman A. Bouwens, SJ.
Bersama seorang seminaris Yesuit dari Belanda itu mereka disiksa dengan kejam, lalu dibunuh secara keji oleh pembrontak Muslim di lapangan terbuka di daerah pinggiran Muntilan. Jenazahnya bergelimpangan di sawah antara desa Kembaran dan Patosan. Dengan cepat Bapak Willem dan anaknya, Yohanes Redja pergi ke tempat tersebut. Mereka menyaksikan jenazah Frater Bouwens telanjang bulat dan hidungnya disumbat dengan kayu runcing. Mukanya rusak berlumuran darah, sementara badannya biru memar bekas pukulan-pukulan hebat. Romo Sandjaja hanya mengenakan kaos dalam. Kedua kakinya dari bawah hingga ke atas penuh luka-luka kecil bekas tusukan upet (puntung api) Bahu dan badannya membiru bekas pukulan. Tengkuk dan dahinya berlubang tertembus peluru pistol. Sangat mengerikan!
Berat sekali penganiayaan bengis yang dilakukan oleh gerombolan yang tidak bertanggung jawab terhadap pencinta Tuhan ini. Jenazah mereka disapu dengan handuk kemudian dikubur di situ juga. Makamnya tidak dalam. Pemakaman ini dilakukan sekedar untuk menghilangkan jejak saja. Dua rohaniwan itu menjadi korban fanatisme yang sempit. Jenazah keduanya lalu dimakamkan kembali secara besar-besaran pada tanggal 5 Agustus 1950 di Kerkhop Muntilan. Dengan khidmat peti-peti mayat diusung oleh pramuka dan anggota-anggota Angkatan Udara dan dimakamkan di tempat pendiri Gereja di antara orang Jawa, yaitu Romo van Lith yang sudah beristirahat sejak tahun 1926.
Beliau menjadi salah satu martir pertama yang sangat terkenal di Pulau Jawa. Bagi kita, Sandjaja telah menjadi symbol ketabahan, kesucian, kesederhanaan, kesetiaan dan Kasih abadi Kristus Tuhan Kita.
Tgl 10Sep2010 oleh Tony (http://www.ekaristi.org)